Setelah hampir dua dekade, masyarakat Enam Luhah Sungai Penuh kembali bersiap menggelar Kenduri SKO, pesta adat terbesar yang menjadi warisan turun-temurun dari leluhur mereka.
Terakhir kali dilaksanakan pada tahun 2007, kini pada tahun 2026 mendatang, Kenduri SKO akan kembali menjadi momentum besar yang menyatukan seluruh elemen masyarakat adat dari para ninik mamak, depati, pemangku adat, hingga generasi muda yang mulai kembali menengok akar budayanya.
Persiapan yang kini mulai menggeliat di berbagai dusun dan luhah menjadi bukti nyata semangat kebersamaan yang masih terjaga di tengah arus modernisasi. Warga tampak antusias bergotong royong: membersihkan lingkungan, memperbaiki balai adat, menata pelataran, serta menyiapkan perlengkapan upacara yang akan digunakan pada puncak kenduri nanti.
Persiapan Besar yang Dimulai dari Dusun-dusun

Sejak awal Oktober 2025, aktivitas warga di kawasan Enam Luhah meningkat pesat. Balai-balai adat yang sempat lama tak digunakan kini kembali hidup. Di pagi hari, para pemuda terlihat bekerja bakti memperbaiki atap dan lantai balai adat, sementara kaum ibu menyiapkan perlengkapan upacara seperti kain adat, hiasan, dan perlengkapan jamuan kenduri.
Suara gotong royong itu seolah menjadi pertanda bahwa roh kebersamaan masyarakat adat Sungai Penuh tengah bangkit kembali. “Kenduri SKO ini bukan sekadar pesta adat, tapi juga momentum untuk mempererat tali persaudaraan dan memperbaharui semangat gotong royong yang diwariskan leluhur,” ujar Dpt. Maifendri, S.PKP, selaku Ketua Lembaga Adat Enam Luhah Sungai Penuh, yang bergelar Depati Santiodo Tuo Tiang Agama.
Menurutnya, Kenduri SKO 2026 akan menjadi hajatan besar yang melibatkan seluruh unsur masyarakat adat. “Kita ingin seluruh luhah ikut berpartisipasi, karena ini bukan milik satu golongan, melainkan warisan bersama yang harus dijaga dan dirayakan dengan penuh kebanggaan,” tegasnya.
Makna dan Filosofi Kenduri SKO

Bagi masyarakat Sungai Penuh, Kenduri SKO memiliki makna yang jauh lebih dalam daripada sekadar pesta rakyat. SKO sendiri merupakan istilah adat yang mengacu pada tatanan hukum, struktur kepemimpinan adat, serta nilai-nilai luhur yang mengatur kehidupan masyarakat Enam Luhah.
Kenduri SKO merupakan bentuk penghormatan terhadap leluhur yang telah membangun sistem sosial berbasis adat tersebut. Tradisi ini mencerminkan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam.
Maifendri menjelaskan bahwa makna terbesar dari Kenduri SKO terletak pada semangat kebersamaan dan penghormatan terhadap akar budaya. “Kegiatan ini menjadi wadah pemersatu seluruh unsur adat sekaligus media untuk membimbing anak kemenakan agar mereka mampu menghadapi tantangan zaman, tanpa melupakan tradisi yang diwariskan turun-temurun,” ungkapnya.
Dengan kata lain, Kenduri SKO bukan sekadar seremoni, melainkan juga pendidikan moral dan sosial yang mengajarkan generasi muda untuk menghargai jati diri dan kearifan lokal.
Wadah Pemersatu dan Pembimbing Generasi
Di era globalisasi, nilai-nilai adat sering kali terpinggirkan oleh gaya hidup modern yang serba cepat. Namun di Sungai Penuh, semangat menjaga tradisi justru semakin menguat menjelang Kenduri SKO 2026.
Para tetua adat memandang momentum ini sebagai media pembelajaran lintas generasi.
Bagi anak muda, keterlibatan dalam persiapan kenduri bukan hanya soal membantu, tetapi juga kesempatan untuk belajar langsung dari para ninik mamak dan depati tentang makna adat yang sesungguhnya.
“Generasi muda sekarang harus tahu bahwa adat bukan penghambat kemajuan. Justru adat adalah pondasi moral dan sosial yang menjaga kita tetap berakar,” kata Maifendri dengan tegas.
Ia menambahkan, melalui Kenduri SKO, para pemangku adat dapat menanamkan kembali nilai-nilai gotong royong, tanggung jawab, dan rasa hormat yang kini mulai luntur di tengah kehidupan modern.
Latihan Tari, Pencak Silat, dan Persiapan Perlengkapan Adat

Menjelang perayaan besar ini, berbagai kegiatan pendukung mulai digelar di seluruh dusun.
Di sore hari, alunan musik tradisional dan hentakan kaki terdengar dari halaman balai adat tanda bahwa para pemuda tengah berlatih tari tradisional Iyo-iyo, salah satu tarian khas yang selalu tampil dalam pembukaan Kenduri SKO.
Di sisi lain, kelompok pemuda laki-laki berlatih pencak silat tradisional, bukan hanya sebagai pertunjukan seni, tetapi juga sebagai simbol kesiapan, keberanian, dan kehormatan dalam tradisi adat Sungai Penuh.
Para perempuan dewasa sibuk menjahit dan menyiapkan baju adat, sementara para tetua menyiapkan perlengkapan upacara, termasuk benda-benda pusaka yang akan digunakan dalam prosesi adat nanti.
Semuanya bergerak dengan semangat yang sama: menghidupkan kembali denyut tradisi yang sempat tertidur.
Antusiasme Generasi Muda: Menyambung Akar yang Pernah Terputus
Salah satu hal yang paling menggembirakan dari persiapan Kenduri SKO 2026 adalah tingginya antusiasme generasi muda.
Banyak di antara mereka yang baru pertama kali akan menyaksikan langsung bagaimana prosesi adat ini berjalan, karena terakhir kali diadakan hampir dua dekade lalu.
Beberapa di antara mereka bahkan terlibat aktif sebagai panitia, pengrajin perlengkapan adat, hingga peserta tarian dan pertunjukan silat.
Bagi mereka, keterlibatan ini menjadi cara untuk mengenal jati diri dan sejarah daerahnya sendiri.
“Kalau bukan kita yang melanjutkan, siapa lagi? Kami ingin tahu bagaimana leluhur kami menjaga persaudaraan lewat adat,” ujar Rendra, salah satu pemuda Dusun Sungai Liuk yang terlibat dalam latihan tari Iyo-iyo.
Generasi muda seperti Rendra percaya bahwa adat bukan hal kuno, melainkan bagian dari identitas yang harus tetap hidup berdampingan dengan kemajuan teknologi dan modernitas.
Kenduri SKO Sebagai Simbol Kebangkitan Budaya
Kenduri SKO 2026 juga diharapkan menjadi simbol kebangkitan budaya lokal Sungai Penuh.
Setelah 19 tahun, hajatan ini bukan sekadar mengulang tradisi lama, tetapi juga membuktikan bahwa masyarakat adat masih memiliki semangat kuat untuk melestarikan warisan leluhur di tengah gempuran budaya luar.
Dalam pelaksanaannya nanti, Kenduri SKO akan melibatkan berbagai unsur, mulai dari prosesi adat, pelantikan pemangku adat baru, penampilan seni dan budaya, hingga doa bersama untuk keselamatan negeri.
Tradisi ini akan menjadi ruang spiritual dan sosial yang menyatukan masyarakat lintas usia dan profesi.
Lebih jauh lagi, kegiatan ini juga dapat menjadi daya tarik wisata budaya bagi daerah Sungai Penuh dan Kerinci, mengingat banyak wisatawan yang tertarik menyaksikan kekayaan budaya asli Jambi bagian barat ini.
Pelestarian Nilai Adat di Tengah Modernisasi
Seiring dengan berkembangnya teknologi dan perubahan sosial, tantangan terbesar yang dihadapi masyarakat adat adalah bagaimana menjaga nilai-nilai leluhur tetap hidup dan relevan.
Bagi Maifendri dan para tokoh adat lainnya, jawabannya ada pada pendidikan dan pelibatan generasi muda.
“Kalau adat tidak diajarkan, ia akan hilang perlahan. Tapi kalau generasi muda dilibatkan sejak awal, mereka akan merasa memiliki dan bangga terhadap adatnya,” ujarnya.
Karena itu, dalam setiap persiapan Kenduri SKO, masyarakat tidak hanya berfokus pada aspek seremonial, tetapi juga transfer pengetahuan budaya mulai dari makna simbol, bahasa adat, hingga tata cara upacara.
Selain itu, peran Lembaga Adat Enam Luhah menjadi sangat penting sebagai penjaga kelestarian dan pengarah kegiatan agar tetap sesuai dengan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Gotong Royong Sebagai Roh Pesta Adat
Salah satu kekuatan utama masyarakat Sungai Penuh adalah semangat gotong royong.
Nilai ini tidak hanya terlihat dalam pekerjaan fisik seperti membangun atau membersihkan lingkungan, tetapi juga dalam sikap saling bantu, saling menghargai, dan berbagi tanggung jawab.
Setiap dusun memiliki peran masing-masing: ada yang menyiapkan tempat, ada yang bertanggung jawab atas jamuan makanan, ada pula yang mengatur jalannya prosesi adat.
Semuanya dilakukan secara sukarela dan penuh keikhlasan, tanpa pamrih, semata-mata demi menjaga kehormatan adat dan kebersamaan.
Gotong royong inilah yang menjadi roh utama Kenduri SKO, sebagaimana pesan para leluhur: “Bersatu kita kuat, berpecah kita hilang.”
Momentum Kebangkitan dan Harapan ke Depan
Dengan segala persiapan yang kini tengah berlangsung, Kenduri SKO 2026 dipandang sebagai titik balik kebangkitan adat dan budaya Sungai Penuh.
Setelah 19 tahun, masyarakat kini lebih siap, lebih sadar, dan lebih bangga terhadap identitasnya.
Semangat kebersamaan yang tumbuh dalam persiapan kenduri menjadi bukti bahwa adat bukan sekadar masa lalu, melainkan kekuatan moral dan sosial yang mampu menuntun masyarakat menghadapi masa depan.
“Ini bukan sekadar perayaan, tapi pernyataan jati diri. Kita ingin menunjukkan kepada dunia bahwa masyarakat adat Enam Luhah masih hidup, masih berakar, dan masih berdaya,” tutup Maifendri dengan penuh keyakinan.
Kesimpulan: Menghidupkan Warisan, Menyatukan Generasi
Kenduri SKO 2026 bukan hanya tentang ritual dan simbol, melainkan tentang kesadaran kolektif untuk merawat warisan leluhur.
Melalui gotong royong, seni, dan semangat kebersamaan, masyarakat Enam Luhah Sungai Penuh menunjukkan bahwa adat bukan sekadar kenangan masa lalu, tetapi bagian dari masa depan yang harus dijaga.
Dengan keterlibatan generasi muda, dukungan pemangku adat, dan partisipasi seluruh lapisan masyarakat, Kenduri SKO 2026 akan menjadi lebih dari sekadar pesta budaya — ia akan menjadi simbol kebangkitan, persatuan, dan keteguhan identitas masyarakat Sungai Penuh di era modern.


