Di jantung dataran tinggi Jambi, tepatnya di Kota Sungai Penuh yang dikelilingi alam hijau Kerinci, hidup sebuah tradisi tua yang sarat makna dan nilai. Tradisi itu disebut Kenduri Sko sebuah upacara adat yang bukan sekadar perayaan, tetapi perwujudan jati diri, silsilah, dan kehormatan sebuah kaum.
Kenduri Sko di Sungai Penuh merupakan puncak dari seluruh kegiatan adat masyarakat Sungai Penuh. Ia menjadi wadah untuk memperkuat hubungan antar-kaum, menghormati leluhur, menegaskan garis keturunan, sekaligus menjaga kelestarian nilai-nilai pusaka. Bagi masyarakat adat Kerinci dan Sungai Penuh, Sko adalah sumber marwah, tanda asal-usul, dan simbol kebenaran yang tidak bisa diputus oleh waktu.
Makna Kata “Sko”

Secara etimologis, kata Sko dalam adat Sungai Penuh dan Kerinci berarti pusaka dan adat.
Namun maknanya jauh lebih dalam daripada sekadar benda berharga yang diwariskan. Sko mencakup dua dimensi pusaka:
-
Pusaka Benda (tangible heritage) seperti keris, tombak, kain adat, atau benda simbolik lain yang menyimpan sejarah kaum.
-
Pusaka Tak Benda (intangible heritage) berupa gelar, hukum adat, silsilah, dan kehormatan kaum yang diwariskan secara turun-temurun.
Dengan demikian, menjaga Sko berarti menjaga identitas. Ia bukan hanya warisan fisik, melainkan simbol marwah, penanda bahwa sebuah kaum masih berpegang pada akar asal-usulnya. Oleh sebab itu, Sko dianggap suci dan tidak boleh diperjualbelikan. Siapa pun yang melanggar pantangan adat terhadap pusaka ini diyakini akan kehilangan “berkah nenek” istilah adat untuk rezeki dan kehormatan yang datang dari restu leluhur.
Latar Belakang dan Sejarah Kenduri Sko

Asal-usul Kenduri Sko di Sungai Penuh telah ada sejak masa dahulu kala, ketika masyarakat masih hidup dalam sistem suku dan kaum. Dahulu, setiap kali terjadi penobatan gelar, masyarakat mengadakan kenduri besar untuk mengesahkan gelar tersebut dan memperlihatkan pusaka kaum kepada khalayak. Dari situlah muncul istilah Kenduri Sko, yaitu kenduri besar yang dilakukan untuk menghormati pusaka adat dan mengesahkan kedudukan kaum di mata adat.
Seiring waktu, fungsi Kenduri Sko meluas. Ia tidak hanya untuk pengukuhan gelar, menyelesaikan perselisihan waris, serta mempererat tali silaturahmi antar kaum dan antar dusun. Dalam konteks modern, upacara ini menjadi simbol pelestarian nilai-nilai adat yang bersendi syarak, sesuai falsafah masyarakat Sungai Penuh:
“Adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah.”
Artinya, adat berdiri di atas dasar agama, dan agama meneguhkan adat agar tetap berada dalam koridor kebenaran.
Persiapan dan Musyawarah Adat
Sebelum Kenduri Sko di Sungai Penuh dilaksanakan, ninik mamak, para tetua adat(uhang tuo), depati, dan pemangku mengadakan musyawarah besar. Musyawarah, tempat semua keputusan adat ditetapkan. Dalam forum itu dipilih hari baik, disusun susunan acara, supaya acara bisa berjalan dengan lancar.
Masyarakat lalu bergotong-royong menyiapkan tempat upacara, memperbaiki balai adat, membersihkan pusaka, dan menyiapkan hidangan kenduri. Semua dilakukan dengan semangat gotong-royong (besamo-besamo), karena Kenduri Sko bukan milik satu keluarga, melainkan milik seluruh yamg mempunyai garis kuturunan di kaum adat sungai penuh.
Tahapan Upacara Kenduri Sko

Kenduri Sko biasanya berlangsung selama beberapa hari. Berikut tahapan lengkap yang umum dilakukan di Sungai Penuh:
Pembacaan Tambo
Upacara dimulai dengan pembacaan tambo, yaitu sejarah asal-usul kaum, leluhur, dan perjalanan pusaka Sko.
Orang yang dipercaya membacakan tambo biasanya seorang ninik mamak atau depati yang menguasai silsilah adat.
Pembacaan tambo berfungsi sebagai pengingat bahwa setiap kaum berasal dari akar yang sama, serta menegaskan keabsahan garis keturunan.
Dalam adat dikatakan:
“Tmbo nan tidak dibaco, asal nan tidak dikenang, hilanglah suku hilang pula marwah.”
Pembersihan Pusaka Sko
Tahap selanjutnya adalah membersihkan pusaka baik keris, tombak, maupun kain adat menggunakan air jeruk, daun sirih, dan air mawar.
Tindakan ini bukan ritual mistis, melainkan simbol penyucian diri dan niat. Pusaka yang bersih mencerminkan hati yang bersih.
Dalam kesempatan ini, doa bersama dipanjatkan agar marwah kaum tetap terjaga dan keturunan diberi keselamatan.
1. Meletak Tando
Ini adalah salah satu bagian paling sakral dalam Kenduri Sko. Meletak tando berarti meletakkan tanda adat, semacam simbol pengesahan terhadap pusaka dan kesetiaan terhadap ikrar adat.
Tando dapat berupa kain adat, keris kecil, batu, atau benda simbolik lain yang disepakati kaum.
Prosesi ini biasanya dilakukan di hadapan depati dan para saksi adat, disertai ucapan sumpah:
“Tando sudah meletak, janji sudah terikat, marwah kaum dijaga hingga ke anak cucu.”
Maknanya, setelah tando diletakkan, tidak boleh ada lagi perselisihan atau pengingkaran terhadap garis keturunan dan pusaka yang telah diakui.
2. Manggeng
Tahapan manggeng adalah inti musyawarah adat yang dilakukan setelah tando diletakkan.
Para ninik mamak, uahang tuo, dan alim ulama duduk bersila di balai adat untuk menyampaikan petuah, menasihati kaum muda, serta membicarakan hal-hal penting menyangkut kepemilikan pusaka dan pengukuhan gelar.
Manggeng menjadi wadah penyampaian kearifan bagaimana cara hidup beradat, berkaum, dan bermasyarakat.
3. mintak ajun arah
“Mintak ajun arah” adalah permohonan restu dan nasihat dari orang tua adat, ninik mamak, atau depati sebelum melakukan suatu hal penting misalnya memulai upacara, mengambil keputusan keluarga, atau membuka suatu acara adat.
5. Pengukuhan Gelar dan Sumpah Adat
Apabila dalam acara tersebut ada pengangkatan gelar adat, maka pada tahap ini dilakukan pengukuhan secara resmi.
Seseorang yang diangkat akan disumpah, disaksikan oleh seluruh warga dan pemangku adat.
Sumpahnya berbunyi janji setia menjaga marwah kaum dan tidak memperjual belikan adat. Pelanggaran terhadap sumpah ini dianggap sebagai dosa sosial yang berat.
6. Kenduri Besar
Sebagai puncak acara, seluruh masyarakat berkumpul di halaman balai adat untuk mengadakan makan bersama.
Kenduri bukan hanya pesta makan, tetapi simbol persaudaraan dan kesejahteraan.
Diiringi kesenian tradisional seperti tari iyo-iyo, pantun adat, dan silat tradisional, suasana menjadi meriah dan sakral sekaligus.
Nilai dan Filosofi dalam Kenduri Sko
Kenduri Sko bukan sekadar tradisi turun-temurun, melainkan manifestasi nilai sosial, spiritual, dan ekologis masyarakat Sungai Penuh.
Beberapa nilai yang terkandung di dalamnya antara lain:
-
Nilai Gotong Royong
Seluruh warga terlibat tanpa memandang status. Persiapan hingga akhir dilakukan bersama. Ini mencerminkan semangat besamo kito bisa, fondasi kuat masyarakat Kerinci. -
Nilai Silaturahmi dan Persatuan
Kaum-kaum yang mungkin jarang bertemu disatukan kembali. Perselisihan kecil diselesaikan, hubungan darah diingatkan kembali. -
Nilai Ketaatan pada Adat dan Agama
Setiap tahap disertai doa dan tahlil. Ini menunjukkan bahwa adat dan agama tidak bertentangan, melainkan saling menguatkan. -
Nilai Pendidikan dan Warisan Pengetahuan
Melalui manggeng, generasi muda belajar tentang tambo, pepatah adat, dan tanggung jawab menjaga pusaka. Di sini adat berfungsi sebagai sekolah kehidupan. -
Nilai Ekologis dan Keseimbangan Alam
Kenduri Sko juga menjadi momentum membersihkan lingkungan sekitar, sumber air, dan tempat pusaka disimpan. Hal ini menegaskan kesadaran bahwa manusia dan alam harus hidup seimbang.
Makna “Meletak Tando” dan “Manggeng” dalam Kehidupan Modern

Kedua tahap ini punya relevansi besar di zaman sekarang.
Meletak tando bisa dimaknai sebagai komitmen moral terhadap nilai-nilai kebenaran dan kejujuran bahwa identitas tidak boleh dijual demi kepentingan sesaat.
Sedangkan manggeng mencerminkan dialog sosial dan musyawarah, sesuatu yang amat dibutuhkan dalam masyarakat modern yang sering terpecah oleh perbedaan pandangan.
Bagi masyarakat Sungai Penuh, dua istilah ini tidak hanya berlaku di balai adat, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Setiap keputusan penting dalam keluarga atau kampung idealnya melewati proses, agar tidak menyalahi “jalan lurus adat”.
Kenduri Sko sebagai Identitas Budaya Sungai Penuh
Dalam era globalisasi, Kenduri Sko menjadi simbol perlawanan terhadap lupa diri. Ia mengingatkan generasi muda bahwa kemajuan bukan berarti menanggalkan akar, tetapi membawa nilai adat ke masa depan.
Pemerintah Kota Sungai Penuh bahkan telah menjadikan Kenduri Sko sebagai agenda budaya tahunan yang dipadukan dengan kegiatan wisata adat dan pameran pusaka.
Hal ini penting, sebab tanpa pelestarian nyata, banyak generasi muda mungkin hanya mengenal Sko dari cerita lisan, bukan pengalaman langsung.
Kenduri Sko juga membuka ruang dialog antarbudaya, menunjukkan kepada dunia bahwa kearifan lokal masyarakat sungai penuh memiliki nilai universal: rasa hormat terhadap leluhur, persaudaraan, dan harmoni dengan alam.
Penutup
Kenduri Sko adalah warisan luhur masyarakat Sungai Penuh yang telah bertahan ratusan tahun.
Ia bukan hanya perayaan adat, melainkan pernyataan identitas dan tanggung jawab moral terhadap pusaka nenek moyang.
Melalui rangkaian upacara dari pembacaan tambo, pembersihan pusaka, meletak tando, manggeng, hingga kenduri besar masyarakat diajak kembali pada akar nilai: gotong royong, kesetiaan, dan keseimbangan hidup.
Sebagaimana pepatah adat mengatakan:
“Tando indak boleh hilang, marwah indak boleh padeang.”
Selama tando tetap dipegang dan Sko dijaga, adat Sungai Penuh akan terus hidup menjadi cahaya yang menuntun anak cucu agar tidak kehilangan arah di tengah arus zaman.

